BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut.
Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada
tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic
atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak
besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan,
anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di
Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum
pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak
dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan
percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan
berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok
migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan
disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang
lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.
Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di
Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian dari
thalasemia?
2.
Apa penyebab dan bagaimana proses
terjadinya tanda dan gejala klinis pada penderita thalasemia?
3.
Apakah penyebab utama pada
manifestasi klinis penderita thalasemia tersebut disebabkan oleh adanya
kelainan dalam produksi hemoglobin?
4.
Bagaimana pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium pada penderita thalasemia?
5. Bagaimana
penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Dapat mengetahui patofisiologi tanda
dan gejala klinis thalasemia.
2.
Dapat menetapkan penyebab utama
manifestasi klinis thalasemia yang disebabkan oleh adanya kelainan produksi
hemoglobin.
3.
Mampu melakukan penetapan diagnosis
atau diagnosis banding pada penderita thalasemia.
4.
Mampu memberikan terapi atau
penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI THALASEMIA
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa
yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah,
oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang
menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis
atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang
ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek
dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat,
badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
Thalasemia,
menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros, Yunani, dr Vasili
Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk
hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara
normal.
Patofisiologi
:
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah,
mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia
mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat
besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah
baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi
yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh
seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh
atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh.Penumpukan zat besi
terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari
transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat
membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang
pada akhirnya bisa berujung pada kematian.
B.
MACAM-MACAM
THALASEMIA
Secara molekuler
thalasemia dibedakan atas :
1.
Alfa – Thalasemia
(melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%
minimal membawa 1 gen), Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi
pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom
16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan
rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1.
Delesi pada satu rantai α (Silent
Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.
2.
Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia
Trait 1)
3.
Pada tingkatan ini terjadi penurunan
dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan
seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan
MCV 60-75 fl.
4.
Delesi pada tiga rantai α (HbH
disease)
5.
Delesi pada tiga rantai α ini
disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik
mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.
6.
HbH terbentuk dalam jumlah banyak
karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan
dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga
dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
7.
Penderita dapat tumbuh sampai dewasa
dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
8.
Delesi pada empat rantai α (Hidrops
fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
9. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts,
sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami
kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
2.
Beta – Thalasemia (melibatkan
rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara.
Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin
pada sisi pendek kromosom 11.
a.
Thalassemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode
rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan
HbA.
Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak
anemis.
Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya
menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera
ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.
Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh,
dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta kedokteran)
b. Thalassemia
β+
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal
dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA
dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1.
Thalasemia Mayor, karena
sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin
dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies
cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam
dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung
dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2.
Thalasemia Minor,
individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan.Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di
sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya.
C.
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Patogenesis
thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak
dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia
hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak
dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia.
Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan
rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam
eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan
menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system
fagosit mononuclear.
Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar
eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak
efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya
hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan
harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama),
sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe)
harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada
tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.
1.
Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop
fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb
Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua
merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien
lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2.
Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi
kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α
tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun,
sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai
β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.
Kelebihan rantai α tersebut akhirnya
mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki
inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan
besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Pada hapusan
darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC
terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit
imatur.
D.
PATOFISIOLOGI GEJALA KLINIS THALASEMIA
Gejala yang
didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah
capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin.
Hal ini
disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga
oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin
juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar
hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.
Penurunan
fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan
pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam
hemoglobin.
Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap
terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras dan sering
yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada anak (denyut
nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi
pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).
Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai
oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil energi
berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai
rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).
Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan
produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan asam amino dan kelainan
kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut dapat dikategorikan
adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat
mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies,
sel target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati.
Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari)
disebut sebagai hemolisis.
Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia
hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien
ditemukan splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur
dengan membuat garis diagonal antara arcus costarum dengan crista illiaca
melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi delapan bagian.
Satu bagian dinamakan satu shuffner).
Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun
abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi
biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis
limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat
masa janin dan bayi baru lahir.
Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat.
Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan
makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan
semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.
Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai
kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi
ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh
sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam
eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati
sehingga merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali.
Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di
mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa
lebih aktif dibandingkan makrofag pada hati.
Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat penambah
darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana
mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan
besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin
(simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat
penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.
Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan
imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa
sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan
salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui
mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran
gastrointestinal.
Kemungkinan
pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu
: suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan faring
kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria,
hepatitis, haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.
Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan
terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi
limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja
berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi
mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat
organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu
batuk pilek.
Gejala klinis thalasemia mayor :
1.
Tampak pucat dan lemah karena
kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada
thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen
2.
Facies thalasemia yang disebabkan
pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum hebat
3.
Hepatosplenomegali yang disebakan
oleh penghancuran sel darah merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan
kelebihan beban besi.
4.
Pemeriksaan radiologis tulang
memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang
tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kandang terlihat
brush appereance.
5.
Hemosiderosis yang terjadi pada
kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati,
aritmia jantung, gagal
6.
jatung, dan perikarditis.
7.
Sebagai sindrom klinik penderita
thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala
fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang
gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth),
bibir agak tertarik, maloklusi gigi
Gejala klinis Thalasemia minor
Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya
menunjukkan gejala-gejala yang ringan.
Orang dengan
anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan sedikit menurunkan
tingkat hemoglobin dalam darah).Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan
anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki
tingkat besi darah normal (kecuali mereka miliki adalah kekurangan zat besi
karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor.
Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.
E. PENYEBAB
THALASEMIA
1.
Gangguan genetik
Orangtua memiliki sifat carier
(heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif
homozygote.
2.
Kelainan struktur hemoglobin
-
Kelainan struktur globin di dalam
fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb
S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam
glutamate di Hb S.
-
Menurut kelainan pada rantai Hb
juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa
(penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).
3.
Produksi satu atau lebih dari satu
jenis rantai polipeptida terganggu Defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4.
Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit)
sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari) Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh
bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya
pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga
menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.
5.
Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih
lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan
deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan
peningkatan produksi sel sabit.
F.
MUTASI
GENETIK
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a.
Beta thalasemia
Nama
|
Deskripsi
|
Alel
|
||
β talasemia minor (kadang-kadang disebut sifat
talasemia β)
|
|
Jika hanya satu β
globin beruang alel mutasi. Ini adalah ringan anemia
mikrositik . Deteksi biasanya
melibatkan mengukur nilai
MCV (ukuran sel darah
merah) dan melihat rata-rata volume menurun sedikit dari biasanya. Pasien
akan memiliki fraksi peningkatan Hemoglobin
A2 (> 3,5%) dan
sebagian kecil penurunan Hemoglobin
A (<97,5%).
|
|
β + / β atau β o / β
|
Thalassemia intermedia
|
|
Kondisi penengah antara bentuk utama dan minor.
individu yang terkena sering dapat mengatur kehidupan normal, tetapi mungkin
perlu sesekali transfusi misalnya pada saat sakit atau kehamilan, tergantung
tingkat keparahan anemia mereka.
|
|
β + / + atau β o β
/ β +
|
β talasemia atau Cooley's anemia utama
|
|
Jika kedua alel
memiliki mutasi talasemia. Ini adalah mikrositik parah, hipokrom anemia . Tidak diobati, hal itu menyebabkan anemia , splenomegali , dan kelainan bentuk tulang parah. Hal ini
berlangsung sampai mati sebelum usia dua puluh. Pengobatan terdiri dari
periodik transfusi
darah ; splenektomi jika
splenomegali hadir, dan perawatan transfusi kelebihan zat besi disebabkan.
Cure ini dimungkinkan dengan transplantasi sumsum tulang . Cooley's anemia ini dinamai Thomas
Cooley Benton
.
|
|
β + / β o atau β o
/ β o atau β + / β +
|
Perhatikan bahwa β 0 / β dapat
dikaitkan dengan β talasemia β thalassemia intermedia atau minor, dan β +
/ β + dengan besar atau thalassemia intermedia. Mutasi genetik hadir
dalam thalassemia β sangat beragam, dan sejumlah mutasi yang berbeda dapat
menyebabkan berkurang atau tidak ada sintesis globin β.
Dua kelompok
utama dari mutasi dapat dibedakan:
·
Bentuk Nondeletion
:cacat ini umumnya melibatkan substitusi basa tunggal atau penghapusan kecil atau sisipan di dekat atau hulu dari gen globin β. Umumnya, mutasi terjadi di daerah promotor sebelum gen beta-globin. Kurang sering, varian sambatan abnormal dipercaya untuk berkontribusi pada penyakit.
·
Penghapusan Bentuk
:Penghapusan dengan ukuran yang berbeda yang melibatkan
gen globin β menghasilkan sindrom yang berbeda seperti (β o)
atau ketekunan
turun-temurun dari sindrom.
b.
Alpha Thalasemia
Alel terpengaruh
|
Deskripsi
|
Genotip
|
Salah satu
|
- / Α α / α
|
|
Dua
|
Kondisi ini disebut
sifat thalassemia alpha. Dua alel α izin mendekati normal eritropoiesis , tetapi ada ringan mikrositik hipokrom anemia . Penyakit dalam bentuk ini bisa keliru untuk anemia
kekurangan zat besi
dan diperlakukan tidak tepat dengan besi.
sifat Thalassemia
Alpha bisa eksis dalam dua bentuk:
|
- / - Α / α atau
- / Α - / α |
Tiga
|
Kondisi ini disebut
penyakit hemoglobin H. Dua hemoglobin tidak stabil yang hadir dalam darah:
Hemoglobin Barts (tetrameric rantai γ ) dan Hemoglobin H (tetrameric rantai β ). Kedua hemoglobin tidak stabil memiliki afinitas
yang lebih tinggi untuk oksigen dari hemoglobin normal, sehingga dalam
pengiriman oksigen miskin untuk jaringan. Ada mikrositik hipokrom anemia dengan sel target dan badan Heinz (diendapkan HBH) pada apusan darah tepi , serta splenomegali . Penyakit ini pertama mungkin melihat di masa
kecil atau dalam kehidupan dewasa awal, ketika anemia dan splenomegali
dicatat.
|
- / - - / Α
|
Empat
|
Para janin tidak bisa hidup sekali di luar rahim dan tidak
dapat bertahan hidup kehamilan: kebanyakan bayi tersebut meninggal saat lahir
dengan fetalis
hidrops , dan mereka yang
lahir hidup mati segera setelah lahir. Mereka adalah pembengkakan dan memiliki sedikit beredar hemoglobin, dan
hemoglobin yang hadir adalah semua γ tetrameric rantai (Barts hemoglobin).
|
- / - - / -
|
G.
DIAGNOSIS
THALASEMIA
1.
Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat,
gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena
pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6
bulan
2.
Pemeriksaan fisis
- Pucat
- Bentuk muka
mongoloid (facies Cooley)
- Dapat
ditemukan ikterus
- Gangguan
pertumbuhan
- Splenomegali
dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
3.
Pemeriksaan penunjang
a.
Darah tepi :
- Hb rendah
dapat sampai 2-3 g%
- Gambaran
morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling,
benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang
khas.
- Retikulosit
meningkat.
b.
Sumsum tulang (tidak menentukan
diagnosis)
- Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
- Granula Fe
(dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c.
Pemeriksaan khusus :
- Hb F
meningkat : 20%-90% Hb total
- Elektroforesis
Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
- Pemeriksaan
pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4.
Pemeriksaan lain :
- Foto Ro
tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto tulang
pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.
5.
Diagnosis banding
- Thalasemia
minor :
- Anemia
kurang besi
- Anemia
karena infeksi menahun
- Anemia pada
keracunan timah hitam (Pb)
- Anemia
sideroblastik
H. Pengobatan dan pencegahan
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat.
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum
tulang.Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.Thalasemia
menurut para ahli belum ada obatnya, tapi pengobatan alami dengan menggunakan
cyano spirulina dan jelly gamat akan membantu mengurangi frekwensi transfusi
darahnya .
Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu
betakaroten, klorofil, xantofil, dan Fikosianin.
Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano
Spirulina berfungsiebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh
terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan
jumlah bakteri ”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai
antikanker.
Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan
zat besi yang duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano
Spirulina secara teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik
untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.
I.
Faktor resiko penderita thalasemia
-
Anak dengan orang tua yang memiliki
gen thalassemia
-
Resiko laki-laki atau perempuan
untuk terkena sama
-
Thalassemia Beta mengenai orang asli
dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan
orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.
-
Alfa thalassemia kebanyakan mengenai
orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau orang Philipina.
J. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada
Penderita Thalasemia
Pada
penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial,
dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari
pasien.
Pada pasien anak dapat diberikan terapi:
-
Transfusi : untuk mempertahankan
kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan
genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed
red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
-
Antibiotik : untuk melawan
mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan
perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
-
Khelasi Besi: untuk mengurangi
penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi besi dapat berupa:
desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin
(oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
-
Vitamin B12 dan asam folat : untuk
meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
-
Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi
besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi
-
Vitamin E : untuk memperpanjang masa
hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.
-
Imunisasi : untuk mencegah infeksi
oleh mikroorganisme.
-
Splenektomi : limpa yang terlalu
besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini
sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi
penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.
Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien
ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah
diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat
komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai
globin.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan
secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada
anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja
klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor
atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat
(bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot
diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia,
sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap
penyakit thalassemia.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen
thalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan penyakit
thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam
kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop
fetalis. Keadaan ini sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak
akan mencapai usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin berkurang
bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.
B. SARAN
-
Sebaiknya orang tua senantiasa
memperhatikan kesehatan anaknya
-
Perlu dilakukannya penelusuran
pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya sifat pembawa thalassemia pada
keluarga penderita thalasemia.
-
Sebaiknya calon pasutri sebelum
menikah melakukan konsultasi untuk menghindari adanya penyakit keturunan,
seperti pada thalassemia.
-
Perlu dilakukannya upaya promotif
dan preventif terhadap thalassemia kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh
pelayan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Ganie
RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran,
Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005
- Hoffbrand
A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of Haemoglobin. In: Hoffbrand
AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th ed. 5: 85-98.
London: Mosby
- Weatherall
D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The Thalassaemia
Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.
- Permono
B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya
- Mansjoer
A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran,
Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-498
- Darling
D. THALASSEMIA. . United states of america
- Hemoglobin:
Structure & Function.2007.http–www_med-ed_virginia_edu-courses-path-innes-images-nhgifs-hemoglobin1_gif.htm
( akses 20 April 2011 )
- Ananta
Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar